Pajak
Penghasilan Pasal 22 (PPh 22)
PPh Pasal 22 atau Pajak
Penghasilan Pasal 22 dikenakan kepada badan-badan usaha tertentu, baik milik
pemerintah maupun swasta yang melakukan kegiatan perdagangan ekspor, impor dan
re-impor.
Melalui penerbitan
peraturan No. 90/PMK.03/2015, pemerintah melebarkan badan-badan yang berhak
memungut PPh Pasal 22 yaitu menjadi wajib pajak badan yang melakukan penjualan
barang yang tergolong sangat mewah.
Pengertian Pajak
Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22)
Menurut UU Pajak
Penghasilan (PPh) Nomor 36 tahun 2008, Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal
22) adalah bentuk pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan satu pihak
terhadap wajib pajak dan berkaitan dengan kegiatan perdagangan barang.
Mengingat sangat
bervariasinya obyek, pemungut, dan bahkan tarifnya, ketentuan PPh Pasal 22
relatif lebih rumit dibandingkan dengan PPh lainnya, seperti PPh 21 atau pun
PPh 23.
Pada umumnya, PPh Pasal
22 dikenakan terhadap perdagangan barang yang dianggap “menguntungkan”,
sehingga baik penjual maupun pembelinya dapat menerima keuntungan dari
perdagangan tersebut. Karena itulah, PPh Pasal 22 dapat dikenakan baik saat
penjualan maupun pembelian.
A. Pemungut PPh Pasal 22
Bendahara &
badan-badan yang memungut PPh Pasal 22 sebesar 1,5% dari pembelian adalah:
- Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) atas objek PPh Pasal 22 impor barang;
- Bendahara Pemerintah dan Kuasa
Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut
pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau Lembaga
Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran
atas pembelian barang;
- Bendahara pengeluaran berkenaan
dengan pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan dengan mekanisme
uang persediaan (UP);
- Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau
pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberikan delegasi oleh
Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), berkenaan dengan pembayaran atas pembelian
barang kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung
(LS);
- Badan Usaha Milik Negara (BUMN),
yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh
negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan
negara yang dipisahkan, yang meliputi:
- PT Pertamina (Persero), PT
Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT Perusahaan Gas Negara (Persero)
Tbk., PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk., PT Garuda Indonesia
(Persero) Tbk., PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk., PT Wijaya Karya
(Persero) Tbk., PT Adhi Karya (Persero) Tbk., PT Hutama Karya (Persero),
PT Krakatau Steel (Persero);
- Bank-bank Badan Usaha Milik Negara,
berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan
untuk keperluan kegiatan usahanya.
- Industri dan eksportir yang
bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan
perikanan, atas pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul untuk
keperluan industrinya atau ekspornya.
- Industri atau badan usaha yang
melakukan pembelian komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral
bukan logam, dari badan atau orang pribadi pemegang izin usaha
pertambangan.
Wajib pajak badan atau
perusahaan swasta yang wajib memungut PPh Pasal 22 saat penjualan
adalah:
- Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi, atas penjualan hasil produksinya kepada distributor di dalam negeri;
- Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM),
Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor,
atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri;
- Produsen atau importir bahan bakar
minyak, bahan bakar gas, dan pelumas, atas
penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas;
- Badan usaha yang bergerak dalam
bidang usaha industri baja yang merupakan
industri hulu, termasuk industri hulu yang terintegrasi dengan industri
antara dan industri hilir.
- Pedagang pengumpul berupa
badan atau orang pribadi yang kegiatan usahanya:
- mengumpulkan hasil kehutanan,
perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan; dan
- menjual hasil tersebut kepada badan
usaha industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan,
perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan.
- Sesuai dengan Peraturan Menteri
Keuangan No. 90/PMK.03/2015, pemerintah menambahkan pemungut PPh
Pasal 22 dengan wajib pajak badan yang melakukan penjualan barang yang
tergolong sangat mewah.
B. Objek dan Tarif PPh Pasal 22
Sesuai dengan Peraturan
Menteri Keuangan No. 90/PMK.03/2016, lihat lampiran berikut ini
mengenai objek
PPh Pasal 22 berupa impor barang-barang mewah tertentu.
Tarif PPh Pasal 22
- Atas impor:
- yang menggunakan Angka Pengenal
Importir (API) = 2,5% x nilai impor;
- non-API = 7,5% x nilai impor;
- yang tidak dikuasai = 7,5% x harga
jual lelang.
- Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah, BUMN/BUMD = 1,5% x harga pembelian (tidak termasuk PPN dan tidak final.)
- Atas penjualan hasil
produksi ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal
Pajak, yaitu:
- Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak
Final)
- Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak
Final)
- Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
- Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak
Final)
- Atas penjualan hasil produksi atau
penyerahan barang oleh produsen atau importir bahan bakar minyak,gas, dan
pelumas adalah sebagai berikut:
- Pungutan PPh Pasal 22 kepada
penyalur/agen, bersifat final. Selain penyalur/agen bersifat tidak final
- Atas pembelian bahan-bahan
untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang pengumpul
ditetapkan = 0,25 % x harga pembelian (tidak termasuk PPN)
- Atas impor kedelai, gandum,
dan tepung terigu oleh importir yang menggunakan API = 0,5% x
nilai impor.
- Atas penjualan
- Pesawat udara pribadi dengan harga
jual lebih dari Rp 20.000.000.000,-
- Kapal pesiar dan sejenisnya dengan
harga jual lebih dari Rp 10.000.000.000,-
- Rumah beserta tanahnya dengan harga
jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp 10.000.000.000,- dan luas
bangunan lebih dari 500 m2.
- Apartemen, kondominium,dan
sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp
10.000.000.000,- dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2.
- Kendaraan bermotor roda empat
pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility
vehicle(suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus dan
sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 5.000.000.000,- (lima miliar
rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc. Sebesar 5%
dari harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM.
- Untuk yang tidak memiliki
NPWP dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 22.
C. Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 22
Berikut ini adalah daftar
pengecualian terhadap pemungutan PPh Pasal 22:
- Impor barang-barang dan/atau penyerahan
barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak
terutang PPh. Pengecualian tersebut, harus dinyatakan
dengan Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 yang diterbitkan oleh Direktur
Jenderal Pajak.
- Impor barang-barang yang dibebaskan dari
bea masuk:
- yang dilakukan ke dalam Kawasan
Berikat (kawasan tanpa bea masuk hingga barang tersebut dikeluarkan untuk
impor, ekspor atau re-impor) dan Entrepot Produksi Untuk Tujuan Ekspor
(EPTE), yaitu tempat penimbunan barang dagangan karena pengimpornya tidak
membayar bea masuk sebagaimana mestinya;
- sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
dan Pasal 7 PP Nomor 6 Tahun 1969 tentang Pembebanan atas Impor
sebagaimana diubah dan ditambah terakhir dengan PP Nomor 26 tahun 1988
Jo. Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 1973;
- berupa kiriman hadiah;
- untuk tujuan keilmuan.
- Pembayaran atas penyerahan barang yang
dibebankan kepada belanja negara/daerah yang meliputi jumlah kurang dari
Rp 2.000.000,- (bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah).
- Pembayaran untuk pembelian bahan
bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM,
benda-benda pos, dan telepon.
D. Pembayaran PPh Pasal 22
PPh Pasal 22 adalah
cicilan PPh pada tahun berjalan. Pada akhir tahun, cicilan ini akan
diperhitungkan menjadi kredit pajak PPh badan atau PPh orang pribadi.
diperhitungkan menjadi kredit pajak PPh badan atau PPh orang pribadi.
PPh Pasal 22 yang
berbentuk SSE (Surat Setoran Elektronik), artinya PPh Pasal 22 tersebut
dibayar langsung ke bank persepsi oleh wajib pajak yang bersangkutan pada saat transaksi.
dibayar langsung ke bank persepsi oleh wajib pajak yang bersangkutan pada saat transaksi.
Transaksi yang wajib
dibayar langsung adalah transaksi yang berkaitan dengan impor dan
bendahara.
bendahara.
E. Kewajiban Membuat Bukti Pungut
Pemungut PPh Pasal 22
selain wajib membuat bukti pungut juga wajib menyetor PPh yang
dipungut dengan kode pajak 411122-900 ke bank persepsi, kemudian melaporkannya dalam SPT
Masa PPh Pasal 22. Sedangkan pihak yang dipungut mendapat bukti pungut dan dapat
dikreditkan pada akhir tahun di SPT Tahunan.
dipungut dengan kode pajak 411122-900 ke bank persepsi, kemudian melaporkannya dalam SPT
Masa PPh Pasal 22. Sedangkan pihak yang dipungut mendapat bukti pungut dan dapat
dikreditkan pada akhir tahun di SPT Tahunan.
Penjualan bahan bakar
minyak dan gas ke agen atau penyalur dikenakan atas PPh bersifat final.
Artinya, wajib pajak yang hanya memiliki usaha tersebut, maka hanya wajib lapor SPT Tahunan
yang dilampiri bukti potong.
Artinya, wajib pajak yang hanya memiliki usaha tersebut, maka hanya wajib lapor SPT Tahunan
yang dilampiri bukti potong.
F.
e-Filing
PPh Pasal 22
PPh Pasal 22 dilaporkan
paling lambat tanggal 20 setiap bulannya.
Melalui e-Filing di
OnlinePajak, caranya mudah dan cepat, serta tak perlu antre lagi.
Cukup impor file CSV
SPT Masa PPh Pasal 22 dari software e-SPT ke Online Pajak atau
DJP
Online. Lalu lapor dan dapatkan bukti lapornya.
Online. Lalu lapor dan dapatkan bukti lapornya.
Kesimpulan
- PPh Pasal 22 adalah pajak
yang dikenakan pada bendahara atau badan-badan tertentu, baik milik
pemerintah maupun swasta yang melakukan kegiatan perdagangan ekspor, impor
dan re-impor. Sekarang dengan adanya Peraturan Menteri Keuangan No.
90/PMK.03/2015, pemerintah melebarkan badan-badan yang berhak memungut PPh
Pasal 22 yaitu menjadi wajib pajak badan yang melakukan penjualan barang
yang tergolong sangat mewah.
- PPh Pasal 22 dikenakan terhadap
perdagangan barang yang dianggap ‘menguntungkan’, karena itu PPh Pasal 22
dapat dikenakan baik saat penjualan maupun pembelian.
- Tarif PPh Pasal 22 bervariasi
tergantung dari objek pajaknya, yaitu berkisar antara 0,25%-1,5%.